Andi's Blog

Andi's Blog


Bismillah . . .

Untukmu yang setiap mendengar tentang pernikahan selalu terbayang-bayang dan muncul gejolak ingin menikah.

Menikah memang menjadi penyempurna sepertiga agama kita Islam, namun semudah itukah mengatakan ingin menikah? Sudah tau calonmu kelak akan seperti apa? Nah sebelum kita mengatakan siap untuk menikah mari kita belajar sedikit tentang cinta dari kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-zahra.

Sebuah kisah datang dari putri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra, dan Ali Bin Abi Thalib. Pintu hati Ali terketuk pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya, Muhammad SAW yang luka parah karena berperang. 

Dari situ, dia bertekad untuk melamar putri Rasulullah. Lantas dengan tekun dia kumpulkan uang untuk membeli mahar dan mempersunting Fatimah. Malang, belum genap uang Ali untuk membeli Mahar, sahabat Rasulullah Abu Bakar sudah terlanjur melamar Fatimah. 

Hancur hati Ali, namun dia sadar diri kalau saingan ini punya kualitas iman dan Islam yang jauh lebih tinggi dari dirinya. Walau dikenal sebagai pahlawan Islam yang gagah berani, Ali dikenal miskin. Hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di jalan Allah.
Namun mendung seakan sirna saat Ali mendengar Fatimah menolak lamaran Abu Bakar. Tapi keceriaan Ali kembali sirna saat orang dekat Rasulullah lainnya, Umar bin Khattab meminang Fatimah. Lagi-lagi Ali hanya bisa pasrah karena dia tidak mungkin bersaing dengan Umar yang gagah perkasa. Tapi takdir kembali berpihak kepadanya. Umar mengalami nasib serupa dengan Abu Bakar. 

Tapi saat itu Ali belum berani mengambil sikap, dia sadar dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia miliki hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makanannya. Kepada Abu Bakar As-Siddiq, Ali mengatakan, "Wahai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yang sebelumnya tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah, aku memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah kerana aku tidak mempunyai apa-apa."

Abu Bakar terharu dan mengatakan, "Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu-debu bertaburan belaka!" 



Mendengar jawaban Abu Bakar, kepercayaan diri Ali kembali muncul untuk melamar gadis pujaannya saat teman-temannya sudah mendorong agar Ali berani melamar Fatimah. Dengan ragu-ragu dia menghadap Rasulullah. Dari hadist riwayat Ummu Salamah diceritakan bagaimana proses lamaran tersebut. 

"Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum baginda berkata kepada Ali bin Abi Talib, 'Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kawin?"
"Demi Allah," jawab Ali bin Abi Thalib dengan terus terang, "Engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta."

"Tentang pedangmu itu," kata Rasulullah menanggapi jawaban Ali bin Abi Talib, "Engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi". Demikianlah riwayat yang diceritakan Ummu Salamah r.a.

Setelah segala-galanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira, dan disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya, 
"Bahwasanya Allah SWT memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu."

Maka menikahlah Ali dengan Fatimah. Pernikahan mereka penuh dengan hikmah walau diarungi di tengah kemiskinan. Bahkan disebutkan Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yang kasar karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya.

Dari kisah di atas kita tau, bahwa perlu bertahun-tahun bagi ali untuk memantaskan diri menjadi pendamping hidup Fatimah Azzahra, bahkan Ali mencoba mengikhlaskan bila pada kenyataannya kelak Fatimah memang bukan jodohnya.

Namun itulah takdir, kita tak akan tau dengan siapa kita menempuh hidup kelak. Kita tau bahwa Jodohmu Cerminan Dari Dirimu. Ikhwahfillah menikah tak semudah mengatakannya, oleh karena itu perlu waktu yang lama untuk kita mempersiapkannya.

So, untuk yang masih kebelet nikah tapi merasa dirinya belum pantas atau siap, masih banyak waktumu untuk mempersiapkan diri, jangan hanya memikirkan kenikmatan setelah menikah, tapi perjuanganmu akan lebih berat ketika kamu menikah kelak. Jangan iri melihat temanmu yang dengan usia yang masih muda sudah memilih jalan untuk menikah, karena itulah takdir mereka.

Sumber : http://www.hipwee.com


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada sayyidil anam, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Di Madinatirrasul, ada seorang mujahid bernama Abu Qudamah Asy-Syami. Abu Qudamah al-Syami adalah seorang laki-laki yang Allah tanamkan kecintaan kepada jihad di jalan-Nya. Beberapa peperangan melawan Romawi telah ia ikuti. Keberanian dan kemahirannya dalam berperang tidaklah diragukan lagi.

Pada suatu hari Abu Qudamah sedang berbincang dengan sahabat-sahabatnya di Masjid Nabawi. Orang-orang yang duduk di majelisnya memintanya untuk menceritakan kisah paling menakjubkan yang pernah ia jumpai di medan jihad. Kemudian mulailah ia menceritakan kisah paling menyentuh dan menakjubkan yang pernah ia temui.

Pada suatu hari saat ia berangkat berjihad menghadapi tentara Romawi, ia melewati kota Raqqah di pinggiran sungai Farrat. Tujuannya ke sana untuk membeli beberapa ekor unta untuk berjihad.

Saat berada di Raqqah, ada seorang wanita mendatanginya. Wanita tadi mengabarkan, ia ingin bershadaqah dengan rambutnya untuk jihad fi sabilillah. Ia telah memotong rambutnya yang panjang, lalu ia keraskan dengan lumpur. Ia meminta Abu Qudamah untuk menerima rambutnya tersebut untuk digunakan sebagai cemeti dan tali kendali kuda para mujahid.

Wanita tadi memberitahukan, suaminya telah berjihad dan menemui kesyahidan. Anak-anaknya juga demikian, mereka berjihad dan telah menemui kesyahidan. Tidak tersisa dari anak laki-lakinya kecuali seorang remaja yang baru berumur 15 tahun. Walau umurnya masih kecil tapi ia rajin puasa dan shalat malam, hafal Al-Qur'an, ahli berkuda dan pandai berperang. Anak tersebut adalah remaja paling tampan dan paling shalih di antara anak remaja seumurannya.

Ia memberitahukan, anaknya sedang keluar kota yang cukup jauh. Jika ia sudah datang maka akan ia kirimkan berjihad bersama Abu Qudamah. Ia menjadikannya sebagai hadiah untuk Allah dan berharap Allah memberikan kesyahidan padanya.  

Abu Qudamah menunggu kedatangan remaja tadi cukup lama, namun tak kunjung tiba. Lalu ia dan pasukannya meninggalkan kota Raqqah untuk berjihad melawan pasukan Romawi. Perjalanan tersebut memakan waktu berhari-hari. Di tengah perjalanan tersebut, pasukan bertemu dengan remaja yang diceritakan wantia tadi. Remaja mujahid tersebut berada di atas kudanya. Ia berbincang dengan Abu Qudamah. Mengenalkan diri, ia anak wanita yang telah ditemuinya. Ayah dan saudara-saudaranya telah lebih dulu berjumpa dengan Allah sebagai syuhada'. Ia sangat ingin mendapatkan kesyahidan sebagaimana mereka.

Sebenarnya Abu Qudamah ingin menolak anak tersebut karena usianya yang masih belia. Ia khawatir akan keselamatannya. Tapi anak tadi terus mendesak agar bisa ikut berjhad dengannya. Ia mengaku memahami trik perang Romawi dan pandai memanah, hafal Al-Qur'an, memahami sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ia menyampaikan ingin menjadi seorang syahid putra dari bapak yang syahid (Syahid bin Syahid).

Sang remaja mengabarkan kepada Abu Qudamah bahwa ibunya menitipkan dirinya kepadanya. Sang bunda memintanya agar bersungguh-sungguh mencari kesyahidan. Tidak boleh lari menghindar dari orang kafir dan kabur dari medan perang. Hendaknya ia menghibahkan dirinya kepada Allah dan memohon kepada-Nya supaya bisa berdampingan dengan ayahnya, saudara-saudara dan pamannya.

Abu Qudamah terenyuh dengan apa yang didengarnya. Ia meminta kepada sang anak untuk selalu bersamanya. Posisi pasukan mujahidin sudah mendekati pasukan Romawi saat matahari tenggelam. Saat itu pasukan mujahidin sedang berpuasa. Maka anak remaja yang pandai berkuda itu memasakkan makanan berbuka untuk mereka.

Setelah semua usai maka anak remaja tadi tidur sangat nyenyak. Abu Qudamah memandanginya. Tiba-tiba anak tersebut tertawa di tengah tidurnya. Abu Qudamah pun memanggil sehabat-sahabatnya untuk melihat anak yang tertidur sambil tertawa tadi karena terheran-terheran dengan pemandangan tersebut.

Saat anak remaja terbangun, Abu Qudamah dan para sahabatnya menanyakan perihal sebab tertawanya saat tidur. Ia memberitahu mereka, ia telah bermimpi dalam tidurnya sehingga membuatnya tertawa.

Ia menceritakan, telah bermimpi berada di taman yang hijau. Di tengah-tengahnya terdapat istana dari emas dan perak. Di dalam istana tersebut terdapat gadis-gadis cantik yang wajah mereka laksana bulan. Saat mereka melihatnya, mereka menghampirinya untuk menyambutnya. Lalu ia mengulurkan tangannya kepada salah seorang dari mereka. Namun mereka berkata kepadanya, "Jangan terburu-buru. Sesungguhnya kamu itu suami bagi wanita yang diridhai, ia berada di dalam istana."

Kemudian ia naik ke dalam istana, ia melihat gadis yang wajahnya laksana matahari. Kecantikannya membuat mata terbelalak dan kesemsem padanya. Gadis itu memberitahu, remaja itu untuk dirinya dan dirinya untuk remaja tersebut. Saat remaja tadi mengulurkan tangannya kepadanya, ia berkata padanya: "Jangan buru-buru. Waktu yang dijanjikan antara aku dan engkau adalah besok saat shalat Zuhur. Maka bergembiralah!"

Keesokan harinya, di pagi-pagi buta pasukan mujahidin bertemu dengan pasukan Romawi. Peperangan pun pecah. Romawi menggempur pasukan mujahidin. Remaja penunggang kuda bersama saudara-saudaranya dari kalangan mujahidin memberikan perlawanan yang tak kalah kuatnya. Khususnya remaja tersebut, ia berperang dengan penuh keberanian sampai berhasil membunuh cukup banyak dari pasukan lawan.

Peperangan berlangsung cukup lama. Jatuh korban dari dua pihak. Namun, peperangan berakhir dengan kemenangan kaum muslimin.


Abu Qadamah mulai mencari keberadaan remaja penunggang kuda. Saat ditemukan ia dalam kondisi terluka. Darah mengucur dari badannya. Sementara debu menutupi tubuhnya.

Saat menghampirinya, sang remaja menuturkan bahwa mimpinya benar-benar terbukti. Seorang bidadari yang ia lihat dalam mimpinya berdiri di sisi kepalanya menunggu ruhnya keluar.

Remaja tersebut meminta Abu Qudamah agar membawa bajunya yang berlumuran darah kepada ibunya. Supaya beliau tahu bahwa anaknya tidak menyia-nyiakan wasiatnya. Lalu ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan ruhnya keluar. Ia berjumpa dengan Allah sebagai syahid. Para mujahidin mengafaninya dengan bajunya, lalu menguburkannya di tempatnya.

Abu Qudamah kembali ke Raqqah. Ia lewat di depan rumah wanita, ibu remaja syahid. Ia berjumpa dengan adik wanitanya yang berdiri di depan pintu rumahnya menanyakan kepada mujahidin yang baru datang tentang kabar saudaranya yang ikut berjihad. Kemudian Abu Qudamah minta izin untuk bisa berbicara dengan ibunya.

Sang ibu keluar. Saat melihat Abu Qudamah, ia berkata kepadanya: "Wahai Abu Qudamah, engkau datang untuk berbela sungkawa atau menyampaikan kabar gembira?"

Abu Qudamah menjawab, "Apa beda antara kabar gembira dan bela sungkawa?"

Wanita tersebut menjawab, "Jika anakku pulang bersama kalian dalam keadaan selamat berarti engkau sedang berbela sungkawa. Jika anakku terbunuh sebagai syahid fi sabilillah berarti engkau datang memberi kabar gembira?"

Abu Qudamah berkata kepadanya, "Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah menerima hadiahmu, anakmu telah berjumpa dengan Allah sebagai syahid."

Sang ibu sangat gembira dan berkata, "Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Yang telah menjadikannya sebagai simpanan bagiku pada hari kiamat."


___________
Ya Allah jadikanlah kami orang tua yang mampu menghadiahkan putra putrinya bagi-Mu sebagaimana yang telah dilakukan oleh salah seorang hamba-Mu yang shalihah ini.
  • Kisah antara Abu Qudamah dengan wanita yang jujur imannya dan sangat sabar ini terdapat dalam Kitab Masyari' al-Asywaq, Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin al-Nuhhasal-Dimasyqi al-Dimyathi, gugur sebagai syahid pada tahun: 814 Hijriyah: I/258-290. Kisah ini juga disebutkan Imam Ahmad bin al-Jauzi al-Dimasyqi dalam kitabnya: Suuq al-'Arusy wa Uns al-Nufus.